Saya memiliki kegemaran mengoleksi berbagai cincin atau batu akik. Saat saya hendak mencari emban (penopang batu akik) yang baru, saya bertemu dengan seseorang yang mengatakan bahwa batu-batuan di wilayah Sungai Luk Ulo dan Kebumen pada umumnya tidak bagus untuk dijadikan batu akik. Orang tersebut mengatakan bahwa berbagai batu akik yang dijual di wilayah Kebumen lebih banyak batuan yang berasal dari luar Kebumen, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Pernyataan ini mendorong saya untuk melakukan penelusuran dan pembuktian. Penelusuran dan pembuktian pertama adalah dengan mendatangi LIPI Karangsambung untuk mendapatkan penjelasan obyektif dari sudut pandang keilmuan Geologi dan mewawancarai Bapak Chusni Ansori, MT. Selaku Peneliti Madya. Penelusuran kedua adalah dengan mendatangi salah satu pengrajin di wilayah Sadang (utara LIPI) dan mewawancarai Bapak Supratikno.
Nilai Supranatural dan Nilai Natural Ilmiah
Saat penulis mewawancari Bapak Chusni Ansori, ada sebuah penjelasan yang cukup menarik terkait nilai batuan Karangsambung. Menurutnya, ada dua kelompok pemahaman yang memiliki kesimpulan berbeda terhadap obyek yang sama yaitu batuan Karangsambung.
Kelompok pertama, adalah mereka yang menekuni dunia supranaturalis berkeyakinan bahwa batuan tertentu yaitu Eklogit dan Amfibolit mengandung daya penyembuh untuk berbagai penyakit. Proses penyembuhan dengan memanfaatkan khasiat bebatuan yang dilambari doa tertentu dan dioleskan kepada tubuh tertentu yang mengalami sakit. Bapak Chusni Ansori menyebut salah satu nama tokoh supranaturalis di wilayah Klirong yang biasa menggunakan media batuan Karangsambung untuk dipergunakan bagi proses terapeutik. Menurut beliau, batuan-batuan yang dikategorikan memiliki kemampuan supranatural tersebut jika ditelaah secara keilmuan Geologi memang termasuk bebatuan yang terbentuk dengan derajat panas dan energi yang besar. Dengan kata lain, ada korelasi ilmiah antara keyakinan supranatural terhadap bebatuan tertentu dikaitkan dengan proses pembentukannya di dalam perut bumi. Menurut Awang Harun Satyana, “Eklogit adalah batuan metamorf regional yang terbentuk pada temperatur dan tekanan tinggi(tekanan > 14 kilobar (> 1,2 Gigapascal), temperatur > 550 C, pada kedalaman > 45 km (lihat diagram fasies metamorfik terlampir). Eklogit dapat merupakan transformasi dari batuan basa/mafik seperti lava basal dan tuf basaltik, atau gabro dalam lingkungan mantel setelah memasuki fasies metamorfik sekis biru atau amfibolit. Tetapi eklogit juga dapat merupakan batuan beku hasil pembekuan magma di kerak bagian bawah atau mantel bagian atas”[1]. Menurut keterangan Bapak Chusni, Eklogit yang mengandung Garnet oleh para supranaturalis diusapkan pada bagian tertentu yang sakit sehingga mengalami kesembuhan. Garnet sendiri bermakna, “Salah satu dari sekelompok batu silikat semi mulia yang berkisar dari warna dari merah ke hijau. Garnet memiliki kekerasan 6-8 dan berat jenis 3,5-4,3”[2].
Eklogit
http://geotrekindonesia.files.wordpress.com/2013/07/eklogit-2.jpg
Amfibolit
http://www.znojmuz.cz/digitalizace/data/obrazky/petrograficka/gb71.jpg
Saya sendiri menilai bahwa batuan di atas (Eklogit dan Amfibolit) tidak memiliki pengaruh magis tertentu selain sebagai medium yang baik untuk proses terapeutik (penyembuhan) dengan mengucapkan ritual tertentu berdasarkan keagamaan tertentu.
Kelompok kedua, tentu saja mereka yang melakukan kajian ilmiah, dalam hal ini para peneliti murni yang memberikan analisis terjadinya aneka ragam batuan di wilayah Karangsambung yang memiliki nilai bagi pengembangan ilmu Geologi sebagaimana dikatakan Bapak Chusni dalam bukunya, Panduan Geowisata Karang Sambung sbb: “Kawasan Karangsambung merupakan laboratorium alam dan monumen geologi yang menarik untuk dikaji. Di kawasan ini ditemukan aneka ragam batuan hasil tumbukkan antara lempeng Samudra Hindia Australia dengan Lempeng Benua Asia pada zaman Kapur (sekitar 121-60 juta tahun lalu). Karangsambung juga merupakan salah satu kunci dalam mempelajari proses evolusi lempeng benua di Asia Tenggara...Batuan tertua yang alas P. Jawa juga muncul di kawasan ini. Selain itu aneka batu mulia dengan kerajinannya dapat dijumpai juga”[3]
Kandungan Batuan Karang Sambung
Menurut penjelasan Bapak Chusni, batuan Karangsambung terdiri dari Batuan Beku, Batuan Sedimen danBatuan Metamorf yang terdapat pada komplek melange Luk Ulo terbentuk pada jaman Kapur bawah -atas (121- 60 tjl).
Batuan Beku dasar samudra (basalt, gabbro, dunit, peridotit) dihasilkan dari proses pemekaran samudera, Batuan Sedimen klastik dan non klastik laut dalam ada yang terbentuk pada dasar samudera atau pada zone tunjaman (palung laut) saat itu. Disamping itu juga terbentuk Batuan Metamorfosa derajat rendah hingga tinggi yang terbentuk di atas zone tumbukan. Batuan-batuan tersebut melalui proses tektonik mengalami percampur adukkan yang kemudian terangkat di Karangsambung.
Batuan yang terangkat ke permukaan tersebut membentuk, “Morfologi Amphitetaer (teater alam terbuka) yang merupakan rangkaian gunung berbentuk tapal kuda dengan lembah ditengahnya sebagai hasil proses geologi sehingga terjadi pembalikkan topografi dimana puncak antiklin berubah menjadi lembah, sementara lembah sinklin sekarang berupa puncak gunung”[4]
Batuan pra tersier (sisi kiri) dengan tersier (sisi kanan) dengan dipisahkan lembah
Batuan Karangsambung Tidak Bagus Untuk Batu Cincin?
Menurut penjelasan Bapak Chusni, kualitas batu akik tergantung pada tiga hal yaitu: Warna, Transparansi dan Kekerasan. Batuan/mineral Karangsambung umumnya keras sehingga jika dipoles akan mengkilap, namun umumnya tidak transparan/tembus pandang serta warnanya tidak menarik sehingga kualitas akiknya menjadi kurang baik. Namun demikian, Akik Luk Ulo (sebutn utk akik Karangsambung) disenangi oleh kalangan tertentu (supra naturalis) karena dapat diisi (dikuatkan energiny
Ir. Chusni Ansori, MT.
Eklogit di Museum LIPI |
Bapak Tri, petugas bengkel batuan
Berbeda dengn penilaian peneliti LIPI, sejumlah praktisi atau pengrajin batuan Karangsambung melihat potensi yang besar dibalik penemuan batuan yang akhirnya dipergunakan sebagai akik Luk Ulo sebagaimana dijelaskan dalam salah satu situs batu mulia sbb: “Batuan Karangsambung dan batuan sungai Luk ula memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh batuan lain di belahan bumi mana pun. Banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui ciri khas dan karakteristik batuan Luk Ula dan Karangsambung akhirnya terpaksa tertipu dengan batu – batu yang berasal dari luar Kebumen atau bahkan dari Kebumen sendiri tetapi bukan dari alur Luk Ula dan Karangsambung yang diatasnamakan batuan Luk Ula dan Karangsambung”[5]. Sejumlah batu akik Luk Ula antara lain, Batu Tapak Jalak, Batu Akik Celup, Batu Ginggang, Batu Semar, Batu Galih Asem[6].
Batu Akik Tapak Jalak
http://batumulialukula.wordpress.com/2012/04/23/batu-tapak-jalak-sungai-luk-ula/
Batu Akik Ginggang
http://batumulialukula.wordpress.com/2012/04/19/batu-ginggang-sungai-luk-ula/
Sementara pendapat lain disampaikan pengrajin bernama Supratikno di wilayah utara Karangsambung yaitu Desa Sadang. Ditemui di rumahnya, Bapak Supratikno (di dampingi Bapak Udin dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat -PKBM- selaku mentor) menjelaskan bahwa banyak orang luar Kebumen yang menyambangi dan memesan batu mulia dan batu akik di rumahnya. Dia mengatakan bahwa Desa Sadang memiliki jenis batuan tersendiri. Sekalipun sungai-sungai di Sadang akan mengalir ke Sungai Luk Ula, namun wilayah Sadang memiliki jenis batuan yang tidak dimiliki Karangsambung. Dia menunjukkan hasil-hasil karyanya berupa batu hias dan batu akik khas Sadang.
Hasil karya garapan tangan Bapak Supratikno terdiri dari batu hias dan batu akik. Adapun untuk batu hias terbagi menjadi dua jenis yaitu Suseki dan Biseki. Suiseki artinya batuan yang terbentuk secara alami dan dipoles sedemikian rupa hingga menjadi bentuk yang indah. Sementara Biseki adalah batuan hasil bentukan tangan pengrajin, dimana saat diambil memiliki bentuk dan kecederungan tertentu sehingga saat diolah menghasilkan wujud tertentu.
Bapak Supratikno dan karya batu mulia
Koleksi Batu Akik Sadang
Batu Hias Suseki dan Biseki
Persoalan Klasik Pengrajin Batu Mulia Karangsambung
Ada beberapa keluhan yang disampaikannya saat penulis mewawancarai Bapak Supratikno. Pertama, keluhan pada petugas LIPI yang tidak memberikan pelatihan secara intensif kepada pengrajin seperti dirinya. Kalaupun ada beberapa program pelatihan, dirasakan kurang maksimal. Kedua, kekecewaannya terhadap LIPI yang seharusnya mengajak kerjasama pengrajin tradisional di luar LIPI sehingga turut menyejahterakan ekonomi masyarakat. Setidaknya jika ada Geowisata baik dari kalangan umum atau mahasiswa, lebih baik jika mereka diarahkan untuk mendatangi wilayah Sadang yang memiliki karakteristik batuan yang khas. Ketiga, keluhan mengenai bapak asuh dan pemasaran batuan mulia hasil karyanya. Dirinya tidak memiliki posisi tawar terhadap konsumen yang berminat membeli karyanya dengan harga rendah namun saat telah berada di luar menjadi bernilai sangat mahal dan berlipat-lipat harganya.
Bapak Heru rekanan Bapak Supratikno |
Sejumlah persoalan pengrajin Karangsambung di atas kiranya mendapat perhatian dari para pengusaha swasta untuk melakukan pendampingan selaku orang tua asuh yang juga ikut terlibat memberikan wawasan pengelolaan kerajinan untuk layak bersaing diambu pasar dan turut membantu mencarikan pasar bagi berbagai usaha yang mereka lakukan dari kekayaan alam Karangsambung.
Apalagi belum lama ini, Kebumen kehadiran seorang tokoh pengusaha nasional asal kota Gombong yaitu ibu Martha Tilar yang mendatangi sejumlah pengusaha industri kecil dan siap membantu baik dalam bentuk pelatihan maupun pemasaran sebagaimana beliau katakan, “Kita bisa bekerjasama dengan pihak mall, kita juga akan mendorong Kementrian Perindustrian agar produk-produk ini dapat kita ekspor”[7]
End Note
[1] Awang Harun Satyana, Eklogit: Batuan Paling Ekstrem di Karangsambung
http://geotrekindonesia.wordpress.com/2013/07/15/eklogit-batuan-paling-ekstrem-di-karangsambung/
[2] Rock and Mineral Dictionary
http://www.enchantedlearning.com/geology/rocks/glossary/indexg.shtml
[3] Chusni Ansori (Peneliti LIPI-Karangsambung), Panduan Geowisata Karang Sambung: Tinjauan Geologi Pada Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung, Kebumen 2012, hal 4
[4] Ibid., hal 1
[5] Pengantar
http://batumulialukula.wordpress.com/sebuah-pengantar/
[6] Macam-macam Batu Mulia Luk Ula
http://batumulialukula.wordpress.com/category/macam-macam-batu-luk-ula/
[7] Kebumen Ekspres, Martha Tilaar Siap Berdayakan Industri Kecil Kebumen, 23 November 2013
0 Komentar