Dalam artikel sebelumnya, Melibatkan Potensi Geografis dan Historis Pada Kurikulum Pendidikan di Kebumen[1],saya menuliskan beberapa lokasi yang memiliki potensi geografis dan historis agar dimasukkan dalam kurikulum lokal pendidikan di Kebumen untuk membangun jati diri. Namun kali ini saya hendak menuliskan opini bahwa beberapa potensi geografis tertentu di wilayah Kabupaten Kebumen untuk dimanfaatkan secara maksimal sebagai wilayah pariwisata.
Pariwisata: Definisi & Potensi Kewisataan Kebumen
Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan di Pasal 1 menjelaskan mengenai Wisata, Wisatawan, Pariwisata sbb:
- Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. .
- Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
- Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah[2]
Kabupaten Kebumen mempunyai luas wilayah sebesar 128.111,50 ha atau 1.281,11 km² dengan kondisi beberapa wilayah merupakan daerah pantai dan pegunungan, namun sebagian besar merupakan dataran rendah[3]. Di wilayah-wilayah pantai dan pegunungan inilah terletak berbagai potensi geografis yang sudah dan perlu dikembangkan serta dimaksimalkan menjadi potensi-potensi kewisataan.
Kabupaten Kebumen memiliki sejumlah obyek wisatanya, baik yang dikelola oleh Pemerintahan Daerah maupun pemerintahan desa, al:
- Goa Jatijajar
- Goa Petruk
- Pantai Ayah
- Pantai Karang Bolong
- Pantai Petanahan
- Pantai Pasir
- Pantai Tanjung Bata dan Pantai Menganti
- Pemandian Air Panas Krakal
- Jembangan Wisata Alam
- Waduk Serbaguna Sempor
- Pantai Suwuk
- Waduk Wadaslintang
- Benteng Van der Wijck
Ada satu tempat wisata baru dengan nama Jembangan Wisata Alam (JWA) yang diresmikan oleh Bupati Kebumen yang baru terpilih yaitu H.Buyar Winarso,S.E pada tahun 2011. Kawasan objek wisata Jembangan menawarkan pemandangan telaga hijau dengan hutan hijau bersisian di sampingnya, di bagian ujung telaga ini dimanfaatkan sebagai bendungan air yaitu bendungan Pejengkolan, terusan pintu air bagian timur dari waduk Wadaslintang yang berada di Kabupaten Kebumen[4].
Mengenal Lebih Dekat Eksotika Pantai Menganti
Dari sekian lokasi wisata, saya mendapati sebuah lokasi yang eksotik dan natural yaitu Pantai Menganti atau ada yang menyebut Tanjung Karangboto. Lokasi ini namun belum dikelola secara maksimal oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Pengelolaannya masih dilaksanakan oleh desa setempat dengan pola pengelolaan yang minim. Tidak sebanding dengan eksotika dan naturalitas yang disajikan alam Pantai Menganti.
Pantai Menganti sekitar 15 km dari Pantai Suwuk (sebuah lokasi wisata yang dikelola Pemda yang mulai mengalami geliat publikasi dan minat wisatawan mengunjungi) dan 10 km ke arah Pantai Logending. Dalam bukuPanduan Geowisata: Artefak dan Singkapan Geologi Pada Rangkaian Pegunungan Serayu dan Selatan Jawadijelaskan mengenai asal usul batuan dan pantai sbb, “Secara geologi, pantai dan tanjung ini terdapat pada formasi Gabon yang tersusun oleh breksi Andesit berumur Oligosen dengan beberapa tubuh intrusi. Di sekitar Tanjung Karangboto dijumpai tubuh batuan beku menyerupai tatanan paving blok, yang merupakan bekasaliran lava darat yang mengalami gaya kontraksi dan membentuk retakan tiang (Columnar Joint) pada saat pembekuannya”[5]. Adapun penjelasan mengenai keberadaan pasir putih di bibir pantai sbb: “Pasir putih yang terhampar merupakan sediman hasil rombakan batu gamping di utaranya yang terbawa aliran sungai dan disebarkan oleh ombak sehingga menambah keindahan Pantai Menganti”[6]
Jika perjalanan dimulai dari Pantai Suwuk, kita harus menempuh jalan berliku dan berkelok tajam serta naik turun cukup ekstrim. Banyak pemandangan lembah dan bukit menghijau. Ketika saya melewati lokasi tersebut, rindang pepohonan Jati yang semula menghijau dan menghiasai pengunjung, nampaknya sedang mengalami penebangan dan peremajaan sehingga aura eksotika hijau pohon Jati saat itu tidak nampak secara maksimal.
Beberapa ratus meter sebelum mencapai pantai dengan hamparan pasir putih ini, kita dapat melihat dari ketinggian, luasnya hamparan Samudra Hindia yang dihiasi buih dan gelombang yang menghantar perahu-perahu berwarna biru para nelayan menuju pantai menuju deretan perahu-perahu yang berjajar rapi.
Setiba di lokasi, kita harus menuruni anak tangga dari tempat pelelangan ikan untuk mencapai pasir putih dengan bentang alam bebukitan yang kokoh di hempas gelombang lautan Hindia. Sayangnya, lokasi masuk wisata ini masih menjadi satu dengan lokasi pelelangan ikan dan sekumpulan nelayan yang menambatkan perahu dan hasil menjala ikannya. Hasilnya? Aroma anyir dan tidak sedap dari ikan-ikan yang mati membusuk mengganggu kenyamanan kedatangan kita yang hendak menikmati eksotika pasir putih Menganti.
Jika kita teruskan menelusuri bibir pantai ke arah barat maka kita akan melihat tebing kokoh batuan beku yang tidak bergeming dihempas ombak lautan Hindia. Di bawah tebing banyak dijumpai aneka koral dan cangkang hewan laut nan indah serta batuan-batuan karang yang timbul tenggelam dihempas gelombang yang menepi ke pantai Menganti.
Amat disayangkan, lokasi eksotik dan natural bagai tempat-tempat destinasi wisata terkenal di luar Jawa dan di luar negeri tersebut ternyata belum mendapatkan perhatian pemerintah daerah maupun pemerintahan desa setempat.
Sinergi Pemerintah, Swasta, Masyarakat “Menjual” Eksotika Menganti
Jika lokasi Menganti dimaksimalkan pengelolaannya dengan keterlibatan pengambil kebijakkan struktural, dalam hal ini Pemda pada umumnya dan Dinas Pariwisata khususnya, maka eksotika dan naturalitas Menganti akan merebut hati wisatawan dalam dan luar negeri dibandikan lokasi-lokasi pantai lainnya. Mengapa demikian?Pertama, lokasi bentang alam yang khas di wilayah ini sangat baik untuk lokasi pemotretan pre wedding bagi mereka yang hendak melangsungkan pernikahan. Kedua, aktifitas nelayan akan menjadi nilai jual tersendiri. Wisatawan akan tertarik untuk membeli hasil ikan laut hasil tangkapan para nelayan (sekalipun menurut pengakuan para nelayan, ikan di wilayah pantai Menganti kecil-kecil sehingga mereka harus melaut sampai wilayah Yogyakarta). Ketiga, banyaknya koral dan cangkang hewan laut yang bertebaran, dapat dimanfaatkan menjadi bahan kerajinan cantik yang dapat diperjualbelikan kepada para wisatawan. Keempat, aktifitas nelayan dan jual beli di Tempat Pelelangan Ikan “Karangduwur” dapat disinergikan dengan menhadirkan sajian kuliner dengan ikan hasil tangkapan para nelayan dan kuliner laut lainnya yang memikat wisatawan. Kelima, kontur wilayah yang khas dapat dinaikkan bobot dan nilainya dengan penyajian ringkas berupa buku atau brosur yang berisikan kajian dari aspek historis dan geologis.
Namun demikian, beberapa kelemahan lokasi Pantai Menganti saat ini adalah alur perjalanan yang boleh dibilang menakutkan dan memerlukan kehati-hatian dikarenakan lokasi jalan yang sempit, berkelok tajam, naik turun, bergelombang. Jika tidak hati-hati, dapat mencelakakan kendaraan yang melintas di lokasi tersebut.
Maksimalisasi Pantai Menganti, tentu saja bukan hanya melibatkan Dinas Pariwisata, melainkan juga unsur swasta untuk menaruhkan investasi dan mengembangkan usaha pariwisata di wilayah eksotis sekalipun menghadapi kendala strategis yaitu jalan menuju lokasi. Perlu adanya sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat setempat. Hal ini perlu dilakukan karena pembukaan wilayah wisata memiliki tujuan kesejahteraan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pada Pasal 4 sbb:Kepariwisataan bertujuan untuk:
- meningkatkan pertumbuhan ekonomi
- meningkatkan kesejahteraan rakyat
- menghapus kemiskinan;
- mengatasi pengangguran.
- melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya
- memajukan kebudayaan
- mengangkat citra bangsa
- memupuk rasa cinta tanah air
- memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan
- mempererat persahabatan antar bangsa[7]
Jangan sampai, pembukaan kewisataan justru memiskinkan masyarakat sekitarnya karena hanya menguntungkan salah satu pihak (pemerintah dan swasta sebagai lembaga terstruktur yang memiliki kekuasaan dan wewenang).
Oleh karenanya, pemerintahan perlu untuk terlibat dalam pemberdayaan wilayah sebagaimana diamarkan dalamUndang-Undang No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Bab XII Mengenai Pelatihan Sumber Daya Manusia, Standardisasi, Sertifikasi dan Tenaga Kerja, Pasal 52 sbb:
“Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan sumber daya manusia pariwisata sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan”[8].
Antisipasi Ekses Pembukaan Area Kewisataan
Yang tidak kurang penting untuk dipahami bersama dalam proses maksimalisasi potensi Pantai Menganti untuk kegiatan kewisataan adalah juga dampak-dampak sosial dan lingkungan yang harus diatisipasi dalam proses pengembangannya.
Menurut J.J. Spillane dalam bukunya, Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan dijelaskan mengenai dampak positif dan negatif pariwisata terhadap pembangunan ekonomi. Dampak positip: dampak terhadap penciptaan lapangan kerja, sumber devisa negara dan distribusi pembangunan secara spritual. Sedangkan dampak negatif pariwisata terhadap pembangunan ekonomi antara lain; vulnerability ekonomi, kebocoran pendapatan, polarisasi spasial, sifat pekerjaan yang musiman, dan terhadap alokasi sumber daya ekonomi[9].
Menarik untuk memperhatikan kajian Muhammad Nurdin saat menyoroti dampak negatif Pariwsata al., Degradasi Lingkungan dan Kemunduran Budaya. Mengenai degradasi lingkungan dikatakan sbb: “Pada awalnya, sebelum munculnya industri pariwisata yang kompleks, suatu daerah wisata yang terletak di tengah-tengah kawasan alam yang didominasi oleh kegiatan masyarakatnya dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, baik yang ada di daratan seperti pertanian, perkebunan, maupun yang ada dipesisir seperti nelayan , merasa dapat mengolah sumberdaya alam tersebut dengan tidak perlu merasa takut akan keterbatasanl ingkungannya dinikmati oleh pihak lain, tetapi seiring dengan semakin pesatnya daerah wisata tersebut dipromosikan dan dikunjungi wisatawan maka pemanfaatan lahan tersebut semakin berkurang , baik karena kebijakan pemerintah ataupun individu – individu yang dulunya mengolah lahan pribadinya kini beralih fungsi dari pertanian misalnya ke usaha yang tidak berhubungan dengan pengolahan lahan atau menjual ke pengusaha untuk dijadikan akomodasi wisatawan, yang secara tidak langsung kegiatan tersebut berdampak negatif pada pemanfaatan lahan secara keseluruhan terutama menyangkut keterbatasan energi listrik dan ketersediaan air bersih karena akan muncul prioritas untuk kepentingan industri tersebut dan masyarakat sekitar harus berbagi dengannya[10]
Adapun mengenai kemunduran budaya dikatakan, “Selain dampak-dampak diatas, industri pariwisata dapat memicu kondisi yang serius dimana pelanggaran norma-norma budaya dan kriminalitas mulai muncul. Meningkatnya kriminalitas pada umumnya seiring dengan meningkatnya urbanisasi pada suatu kawasan dan perkembangan pariwisata secara massal. Kehadiran para wisatawan terutama wisatawan asing yang biasanya membelanjakan uang dalam jumlah yang relatif banyak dan menggunakan perhiasan serta kamera misalnya, sering menarik tindakan kriminalitas seperti perampokan dan perdagangan obat-obat terlarang seperti di Jakarta dan Surabaya serta beberapa kota besar di Indonesia dan negara-negara tujuan wisatawan (Tourist Destination Countries)[11].
Pantai Menganti menunggu insan yang peduli dan mempercantik dirinya sehingga layak untuk dinikmati para wisatawan yang berdatangan untuk menikmati eksotika dan naturalitas serta keindahan dibalik gulungan ombak samudra Hindia yang menghantar pulang para nelayan dan debur ombak yang melemparkan keindahan isi lautan ke hamparan pasir nan putih berkilau yang disaksikan tebing batuan beku yang membisu di tengah hembusan angin lautan.
End Notes
[1] Teguh Hindarto, Melibatkan Potensi Geografis dan Historis Pada Kurikulum Pendidikan di Kebumen
http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2013/08/melibatkan-potensi-geografis-dan.html
[2] Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/fupload/Undang%20-%20Undang%20Kepariwisataan%20-%20pdf.pdf
[3] Kabupaten Kebumen
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kebumen
[4] Jembangan Wisata Alam; Ikon Terbaru Kebumen
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/02/06/jembangan-wisata-alam-ikon-terbaru-kebumen-531364.html
[5] Chusni Ansori et.all, Panduan Geowisata: Artefak dan Singkapan Geologi Pada Rangkaian Pegunungan Serayu dan Selatan Jawa, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumen Karangsambung, 2012, hal 80.
[6] Ibid.,
[7] Op.Cit., Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
[8] Ibid.,
[9] J. J.. Spillane, Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius 1994, hal 33
[10] Muhammad Nurdin (Dosen D III Pariwisata FISIP Universitas Airlangga)
Dampak Negatif Industri Pariwisata Pada Lingkungan Sosial Budaya dan Alam, hal 6-7
http://www.nurdinrazak.com/images/artikel-dampak-pariwisata.pdf
[11] Ibid., hal 8-9
0 Komentar