Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati yang berada di wilayah kelurahan Panjer, terletak di sebelah timur Stasiun Kereta Api Kebumen. Kondisinya yang sekarang telah mengalami kerusakan, memudarkan pengetahuan historis masyarakat Kebumen khususnya para generasi muda yang tidak memiliki akses historis dari sebuah perusahaan milik pemerintahan kolonial Belanda tersebut.
Kontribusi di Zaman Pemerintahan Kolonial Belanda
Abdul Rasyid Asba dalam bukunya menyinggung keberadaan pabrik minyak kelapa di Kebumen meskipun tidak menyebutkan nama pabriknya sbb, “Secara keseluruhan, di Hindia Belanda telah berdiri Oliefabrieken Insulinde seperti Oliefabrieken Insulinde Kediri, Sentono, Blitar, Tulung Agung, Banyuwangi, Kebumen, Rangkas Bitung, Padang dan Makasar.
Setiap tahun, Oliefabrieken Insulinde tersebut secara teratur mengekspor minyak kelapa ke luar negeri. Misalnya dalam tahun 1924, jumlah ekspor minyak kelapa ke Eropa sekitar 7,96 juta liter, tahun 1925 menjadi 10,93 juta liter dan pada tahun 1928 meningkat menjadi 36,66 juta liter dan tahun 1930 turun menjadi 16,01 juta liter.
Grafik di atas menunjukkan bahwa minyak kelapa Hindia Belanda lebih banyak berasal dari Pulau Jawa. Hal ini disebabkan pula Jawa diprioritaskan untuk mengekspor minyak. Sedangkan luar Jawa lebih banyak mengekspor dalam bentuk kopra”[1].
Sekalipun ulasan Abdul Rasyid Asba lebih menitikberatkan eksistensi pabrik-pabrik minyal di jaman kolonial Belanda yang beroperasi pada tahun 1900-an, namun eksistensi pabrik-pabrik minyak kelapa tersebut telah ada sejak zaman VOC. Khususnya Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati yang dahulu bernama NV. Oliefabrieken Insulinde Amsterdam – Kediri – Blitar – Keboemen, didirikan pada tahun 1851.
Gambar 1[2]
Dalam beberapa rekaman gambar berikut, kita bisa melihat dan membayangkan kejayaan NV. Oliefabrieken Insulinde Amsterdam – Kediri – Blitar – Keboemen dan berbagai aktifitas para pekerja pribumi yang terlibat di dalamnya.
Gambar 2[3]
Gambar 3[4]
Gambar 4[5]
Gambar 5[6]
Sekarang menjadi Kantor Kodim Kebumen
Gambar 6[7]
Gambar 7[8]
Sebagaimana uraian Abdul Rasyid Asba, bahwa eksistensi pabrik minyak tersebut memberikan kontribusi keuangan bagi pemerintahan Hindia Belanda yang menjajah Indonesia kala itu. Sampai hari ini eksistensi lahan perkebunan kelapa masih menjadi sektor usaha penduduk Kebumen khususnya di wilayah pedesaan dan tepian pantai.
Tahun 2012 saja Populasi pohon kelapa Kebumen yang tinggi mencapai 4 juta batang pohon, tersebar di areal seluas 32,470 hektare[9]. Hasil pohon kelapa masih tetap menjadi salah satu produk unggulan dibidang perkebunan.
Kabupaten Kebumen merupakan sentra komoditas Kelapa, baik kelapa deres (untuk gula kelapa) maupun kelapa sayur (untuk industri minyak kelapa atau Sabut kelapa). Luas area untuk kelapa deres 916 Ha dengan produksi 10.305 ton atau 28.625 Kg/hari. Perkebunan ini tersebar di 11 kecamatan, dimana pengembangan untuk kelapa deres s/d th. 2005 seluas 2.215 Ha dengan produksi 29.916 ton/tahun. Luas areal untuk kelapa sayur 32.393 Ha dengan kapasitas produksi 24.897 ton/tahun tersebar di 22 Kecamatan[10]. Bahkan serabut kelapa Kebumen menjadi produk ekspor yang dikirim ke Cina hingga 20 kontainer per bulan[11].
Redupnya Sebuah Kejayaan
Paska kemerdekaan, nama NV. Oliefabrieken Insulinde Amsterdam – Kediri – Blitar – Keboemen dinasionalisasi dan diberi nama Mexolie.
Periode tahun 1960-1970-an, pabrik Mexolie menyerap banyak tenaga kerja masyarakat Kebumen dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak masyarakat Kebumen. Bersamaan dengan itu, pabrik ini pun memiliki fungsi lainnya yaitu sebagai pabrik es balok.
Sekitar tahun 1985-an, pabrik mexolie mengalami kebangkrutan dan ditutup. Terjadi alih fungsi menjadi gudang penampungan tebu sementara sebelum diolah menjadi gula pasir di pabrik gula Yogyakarta. Tahun 1989 pernah disewa oleh pabrik rokok untuk menampung cengkeh. Tahun 1990 pernah disewakan sebagai gudang bijih plastik, gudang beras bulog, kantor pajak, tempat penyimpanan sementara alat-alat berat RSUD, sampai penampungan sementara kompor dan tabung gas dalam program konversi Elpiji[12].
Bangunan Tua Saksi Bisu Perubahan Zaman
Selama kurun waktu 25 tahun lebih, gedung eks pabrik minyak kelapa ini mangkrak, sebagian besar bangunan bekas pabrik minyak kelapa tersebut sudah rusak. Aset-aset pabrik juga hilang. Yang masih tersisa ialah bangunan utama rumah karyawan pabrik Mexolie. Sampai tahun 2011 di dalam gedung ini masih terlihat aktifitas klub olah raga badminton. Tahun 2012 aktivitas klub tersebut sudah menempati gedung baru di sebelah Barat Stasiun Kereta Api Kebumen.
Gambar-gambar berikut dapat memberikan gambaran mengenai kerusakan bangunan khususnya bagian dalam. Gambar-gambar berikut hasil pemotretan penulis tahun 2008.
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Kontroversi Diseputar Sari Nabati
Sekitar tahun 2011 hingga kini (2013), gedung tua eks pabrik minyak kelapa yang pernah mengalami kejayaan di masa pemerintahan kolonial Belanda dan era Orde Lama paska kemerdekaan, menjadi pusat perhatian dan kontroversi bagi sebagian kalangan masyarakat dan pemerhati sejarah serta pengambil kebijakan.
Lokasi Moksa Gajah Mada?
Beberapa bulan lalu, Koran Kebumen Ekspres memuat berita berjudul, “Sejarah Panjer dan Kajian Ravie Ananda, Pemerhati Sejarah dan Budayawan: Disinggahi Tokoh Penting seperti Gajah Mada dan Pangeran Diponegoro”[13]. Pernyataan yang disitir koran lokal Kebumen tersebut hanya pengulangan saya dari pernyataan yang tertulis dalam artikel yang ditulis Ravie Ananda, “Satu – satunya situs Pamokshan Gajah Mada yang sejak dahulu telah diketahui masyarakat pada zaman Mataram Islam adalah di Kabupaten Panjer. Situs tersebut kemudian dihilangkan bersama kompleks makam kuno yang ada di sana oleh Belanda dengan mengubahnya menjadi pabrik minyak kelapa Sari Nabati”[14]. Terkait pemahaman ini, saya sudah memberikan tanggapan dan di muat oleh Koran Kebumen Ekspres. Dan artikel selengkapnya mengenai sanggahan tersebut saya tuangkan dalam blog pribadi saya dengan judul “Kebumen Pernah Disinggahi Gajah Mada?”[15] dan “Memisahkan Fakta dan Fiksi Seputar Sejarah Kebumen”[16].
Selain minimnya bukti material berupa bukti arkeologis dan bukti penulisan babad yang menghubungkan nama Panjer sebagai lokasi moksanya Gajah Mada, mengutip pendapat arkeolog Agus Aris Munandar dalam kajiannya mengenai kemungkinan paling masuk akal mengenai akhir hidup Gajah mada sbb; “Apabila berita Nagarakrtagama dapat diterima, kemungkinan Gajah Mada meninggal secara wajar karena sakit. Hal itu diuraikan oleh Mpu Prapanca dalam pupuh 70:3 yang menyatakan bahwa Hayam Wuruk segera pulang dari Simping menuju istananya setelah mendengar bahwa sang mantryadimantra Gajahmada sakit. Ia sangat berjasa dalam menyejahterakan dan memajukan Jawa. Ia dihormati dan dikenal karena telah berhasil dengan baik membinasakan musuh-musuh, baik di Bali ataupun di Sadeng. Gajah Mada mangkat dalam tahun 1364 M. Nagarakrtagama berhasil diselesaikan oleh Mpu Prapanca setahun kemudian”[17], maka dapatlah dikatakan bahwa pendapat bahwa gedung eks pabrik minyak Sari Nabati adalah tempat moksa Gajah Mada merupakan pseudo science dan upaya deifikasi (pengilahian) sejarah wilayah belaka.
Wacana Pembukaan Kawasan Wisata
Koran Kedaulatan Rakyat memberikan ulasan pada tahun 2011 sbb, “Investor lokal tertarik ‘menyulap’ eks pabrik minyak kelapa (PMK) Sari Nabati Kebumen yang mangkrak selama puluhan tahun menjadi kawasan wisata terpadu. Di lahan yang luasnya sekitar 5 hektar, direncanakan dibangun hotel, restoran, arena bermain anak, sarana olahraga, serta panggung hiburan outdoor maupun indoor. Rencana ‘menyulap’ eks pabrik zaman Belanda yang lebih dikenal dengan sebutan ‘Nabatiyasa’ itu, oleh pihak investor CV Bumen Alam Indah telah dipaparkan di hadapan Bupati Kebumen H Buyar Winarso SE, Rabu (28/9). “Kami juga merencanakan membangun museum untuk mengenang sejarah PMK Sari Nabati berikut perpustakaan,” jelas Slamet Tugiyono”[18].
Dalam laporan di situs Pemkab Kebumen dilaporkan mengenai rencana yang sama sbb, “Bagian Humas dan Protokol Setda Kebumen-- Pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Kebumen terus dilakukan. Salah satunya dengan akan dibangunnya kawasan Wisata Terpadu Mexolie Land yang berlokasi di GKS PMK Sari Nabati Kebumen.
Sebagai satu-satunya wisata terpadu yang ada di Pusat Kota Kabupaten Kebumen, keberadaannya diharapkan bisa dapat menopang perekonomian masyarakat Kebumen. Sekaligus menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Selain itu juga bisa memberi manfaat bagi penduduk lokal khususnya untuk kesejahteraannya. Selain itu, bisa mendorong sektor perekonomian dan pariwisata di Kabupaten Kebumen. Kawasan wisata terpadu yang berlokasi di eks pabrik minyak kelapa Sari Nabati Kebumen tersebut nantinya akan disetting sebagai tempat wisata keluarga yang lengkap, yang menyediakan arena bermain anak, hotel dan homestay, sarana olahraga seperti kolam renang, lapangan futsal serta wisata kuliner berupa restauran dan café. Selain itu juga dilengkapi dengan panggung hiburan outdoor maupun indoor yang akan menjadi wadah apresiasi warga Kebumen dalam bidang seni dan hiburan”[19]
Gambar-gambar berikut diunduh paska penetapan proyek pembangunan kawasan wisata terpadu
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Penyelamatan ex Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati
Sebagai Bagian Aset Sejarah dan Cagar Budaya
Nama Ravie Ananda kerap dihubungkan dengan kegetolannya memperjuangkan eksistensi gedung tua eks pabrik minyak kelapa Sari Nabati sebagai benda yang dikategorikan cagar budaya melalui wadah aktivitas Komunitas Peduli Cagar Budaya Kebumen. Dalam hal ini, usaha dan upaya Ravie Ananda untuk penyelamatan ex Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati sebagai bagian aset sejarah dan cagar budaya patut diapresiasi dan didukung oleh elemen masyarakat peduli sejarah Kebumen, sepanjang tidak mengaitkan eksistensi gedung bersejarah tersebut dengan opini sebagai tempat moksanya Gajah Mada.
Untuk itu kita perlu mengetahui berdasarkan undang-undang, apakah bangunan ex pabrik Sari Nabati tersebut masuk kategori benda cagar budaya atau bukan, marilah kita menyimak definisi “Cagar Budaya”, “Benda Cagar Budaya”, “Bangunan Cagar Budaya” berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya no 11 Tahun 2010 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 sbb:
“Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan
Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau
bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap”[20]
Apakah kriteria sebuah bangunan atau benda terkategori sebagai cagar budaya? berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya no 11 Tahun 2010 Bab III Kriteria Cagar Budaya Bagian Kesatu Pasal sbb:
“Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
- berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
- mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
- memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
- memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.”[21]
Dengan melihat aturan perundangan mengenai definisi dan kategori “Cagar Budaya”, “Benda Cagar Budaya”, “Bangunan Cagar Budaya” dan “Kriteria” yang diatur, maka bangunan ex pabrik Sari Nabati sudah terkategori benda cagar budaya dan aset sejarah yang harus dilestarikan dan dilindungi baik oleh pemerintah maupun elemen masyarakat.
Mengutip pendapat Guru Besar luar biasa Departemen Arkeologi Universitas Indonesia, Moendardjito, bahwa kawasan situs bersejarah perlu dilindungi dan kerusakan agar para ahli arkeologi bisa meneliti konteks sejarah dari hasil temuannya sebagaimana dikatakan, "Kalau lingkungan temuannya sudah rusak, tinggal bendanya saja, tidak akan ada artinya apa-apa. Untuk 'menerjemahkan' hasil temuan, perlu ada konteks dengan lingkungannya”[22].
Apalagi sempat beredar kabar bahwa di lokasi eks pabrik Sari Nabati yang saat dilakukan pembongkaran sebagai bagian rencana pembangunan kawasan wisata, pernah dilaporkan oleh saksi masyarakat tentang ditemukannya kerangka manusia yang akhirnya dikuburkan kembali[23]. Tidak ada tindak lanjut dari kesaksian masyarakat tersebut terkait tengkorak dari zaman pra atau paska kemerdekaan.
Apakah upaya reaktif dari kelompok masyarakat yang menyegel pintu masuk ke arah bangunan eks pabrik Sari Nabati dan penolakkan pembangunan wilayah tersebut menjadi kawasan wisata merupakan solusi terbaik terhadap eksitensi bangunan historis tersebut?
Menurut saya, upaya penolakkan hanyalah ungkapan emosional belaka tanpa mempertimbangkan keuntungan ekonomis bagi pendapatan daerah jika lokasi tersebut kelak dibangun menjadi tempat wisata bersejarah dengan disertai museum. Yang menjadi persoalan adalah, janganlah merusak bangunan utama yang menjadi bagian sejarah yang terkategori benda cagar budaya.
Adalah baik membangun kawasan tersebut menjadi lokasi wisata sejarah namun dengan tetap menempatkan bangunan historis sebagai bagian dari tempat wisata sebagaimana pembangunan tempat wisata Benteng Van der Wijk yang tidak menghilangkan benteng utama sebagai daya tarik sejarah dan wisata. Gedung utama eks pabrik Sari Nabati perlu mengalami perbaikan agar potensi kerapuhan akibat dimakan usia zaman dapat diatasi sedemikian rupa hingga tidak menimbulkan ancaman.
Dengan kajian di atas, kiranya pemerintah selaku pemegang keputusan kebijakan publik dapat mempertimbangkan eksistensi bangunan eks pabrik Sari Nabati (Oliefabrieken Insulinde) saat dilakukan pembangunan sebagai kawasan wisata tanpa menghancurkan keaslian lokasi historisnya. Sebaliknya, elemen masyarakat peduli sejarah dan benda cagar budaya untuk tidak mengabaikan aspek ekonomis dan pemanfaatan bangunan tersebut sebagai bagian dari pendapatan daerah. Tugas masyarakat mengawasi pelaksanaan pembangunan kawasan tersebut tanpa mengubah dan menghancurkan aspek historisnya.
END NOTE:
[1] Abdul Rasyid Asba, Kopra Makasar: Perebutan Pusat dan Daerah: Kajian Sejarah Ekonomi Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal 146-147
[2] COLLECTIE TROPENMUSEUM De fabrieksgebouwen van oliefabriek Kaboemen met op de zichtbare loodsen de plaatsnamen van de verstigingen van NV Oliefabrieken Insulinde; Amsterdam,-Kediri-Blitar-Keboemen TMnr 60022091
http://chroma.to/photos/7553900
[3] COLLECTIE TROPENMUSEUM Droogvloeren in de buitenlucht van de Mexolie Fabrieken te Keboemen Midden - Java. TMnr 60013252
http://chroma.to/photos/7562477#
[4] COLLECTIE TROPENMUSEUM Mensen aan het werk in de filterpersplaats en aftapruimte van de Mexolie Fabrieken te Keboemen Midden-Java. TMnr 60013277
http://chroma.to/photos/7561506#set-271963
[5] COLLECTIE TROPENMUSEUM Mannen in de werkplaats van de Mexolie Fabrieken te Keboemen Midden-Java. TMnr 60013251
http://chroma.to/photos/7565855#set-107184
[6] COLLECTIE TROPENMUSEUM Mannen aan het werk bij een wringerbatterij in de Mexolie Fabriek te Keboemen Midden-Java. TMnr 60013259
http://chroma.to/photos/7565542#set-107184
[7] COLLECTIE TROPENMUSEUM Woningen op het terrein van de Mexolie Fabrieken te Keboemen Midden-Java. TMnr 60013254
http://chroma.to/photos/7570246#set-271963
[8] COLLECTIE TROPENMUSEUM Woningen bij spoorwegovergang en standplaats voor rijtuigen in Keboemen in de omgeving van de Mexolie fabrieken midden-Java. TMnr 60013275
http://chroma.to/photos/7570083#set-271963
[9] Kebumen Kurang Pemanjat Pohon Kelapa
http://krjogja.com/read/154019/kebumen-kurang-pemanjat-pohon-kelapa.kr
[10] Kabupaten Kebumen
http://wiki.aswajanu.com/Kabupaten_Kebumen
[11] Serabut Kelapa Diekspor ke China
http://kebumen.itgo.com/
[12] Pabrik “Mexolie” Pasok Kebutuhan Minyak Belanda
http://www.beritakebumen.info/2011/10/pabrik-mexolie-pasok-kebutuhan-minyak.html#ixzz2S1cg5q91
[13] Sejarah Panjer dan Kajian Ravie Ananda, Pemerhati Sejarah dan Budayawan: Disinggahi Tokoh Penting seperti Gajah Mada dan Pangeran Diponegoro, Kebumen Ekspres, 6 Maret 2013, hal 3
[14] Sejarah Cikal Bakal Kabupaten Kebumen
http://kebumen2013.com/sejarah-cikal-bakal-kabupaten-kebumen/
[15] Kebumen Pernah Disinggahi Gajah Mada?
http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2013/03/kebumen-pernah-disinggahi-gajah-mada.html
[16] Memisahkan Fakta dan Fiksi Seputar Sejarah Kebumen http://teguhhindarto.blogspot.com/2013/01/memisahkan-fakta-dan-fiksi-seputar.html
[17] Agus Aris Munandar, Ibukota Majapahit: Masa Kejayaan dan Pencapaian, Depok: Komunitas Bambu, 2008, hal 32
[18] PMK Sari Nabati Kebumen Bakal Jadi Kawasan Wisata Terpadu, Kedaulatan Rakyat, 29 September 2011
[19] Diresmikan Kawasan Wisata Terpadu Mexolie Land
http://www.kebumenkab.go.id/index.php/public/news/detail/694
[20] Undang-Undang Cagar Budaya no 11 Tahun 2010 http://www.disparda.baliprov.go.id/ind/sites/default/files/file/UU%20No_11th_2010%20ttg%20Cagar%20Budaya.pdf
[21] Ibid.,
[22] Undang-Undang Cagar Budaya Masih Mandul
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/02/undang-undang-cagar-budaya-masih-mandul
[23] Warga Panjer Temukan Kerangka Manusia di Bekas Pabrik Sari Nabati, Kebumen Ekspres, 23 Mei 2013
0 Komentar