Limbah Tahu Pengganti BBM
Setiadi (33), warga Desa Maduretno, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, selama setahun ini tidak perlu membeli liquit petroleum gas (LPG/elpiji), gas alam cair. Dia memproduksi tahu dan menggunakan limbahnya sebagai energi pengganti bahan bakar minyak (BBM) tersebut. Dan, energi pengganti itu bisa dia hasilkan dengan peralatan pengolahan limbah bantuan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten Kebumen. Maka, dia pun tak khawatir menghadapi rencana kenaikan harga BBM.

Lain lagi Slamet Efendi (47). Warga Desa Kuwayuhan, Kecamatan Kebumen, yang bergabung dengan Kelompok Tani Ternak Unggul Tani itu mengolah limbah ternak dari 13 ekor sapi. Karena itulah, dia mampu mencukupi kebutuhan bahan bakar untuk memasak di rumah. Bahkan para tetangganya pun merasakan manfaat darienergi ramah lingkungan tersebut.

Berbekal keahlian membuat tahu, Setiadi pun mampu mengolah limbah tahu menjadi energi alternatif untuk keperluan memasak. Sejak setahun lalu, bapak dua anak itu memanfaatkan pekarangan di belakang rumah untuk tempat pembuatan tahu. Di tempat itu pula dia menempatkan tabung pengolah limbah tahu menjadi biogas. Dia dibantu sang istri, Hastati (33), mereka mengolah limbah tahu menjadi bahan bakar.

"Pengolahan limbah tahu ini atas inisiatif saya. Saya mengajukan proposal kepada Kantor Lingkungan Hidup agar bisamendapatkan tabung reaktor,” katanya.

Tidak lama kemudian, dia mendapat bantuan yang diserahkan oleh Kepala Seksi Pemulihan Kantor Lingkungan Hidup Siti Durohtul Yatimah. Setiadi pun mendapat pendampingan cara mengolah limbah tahumenjadi biogas.

Setiadi menyalurkan limbah tahu yang diolah di dalam tabung dengan selang ke penampung berupa kantong plastik tebal. Selanjutnya, dia menyalurkan biogas itu ke kompor untuk keperluan memasak.

Setiap hari, Setiadi beserta sang istri memproduksi ribuan tahu. Saat ini, mereka menggunakan bahan kedelai 70 kg seharga Rp 6.200/kg. Bahan tersebut mereka olah hingga menjadi 1.500 potong tahu. Setiap potong tahu seharga Rp 250.

Dalam pembuatan tahu, kedelai digiling, lalu direbus. Selanjutnya ditiriskan. Saat itulah dia memasukkan limbah cair tahu kedalam tabung reaktor. Di dalam tabung reaktor limbah diolah sehingga menghasilkan biogas. Lalu, biogas itu mereka pergunakan untuk memasak setiaphari.

Memang selama ini dia baru menggunakan energi alternatif tersebut untuk keluarga. Namun Setiadi berkeinginan para tetanggapun kelak bisa memanfaatkan biogas seperti dia. Dia menuturkan kantong plastik tebal sebagai penampung biogas pengganti tabung itu sangat aman. Jika kantong plastik penuh, secara otomatis gas terbuang. Namun gas yang terbuang itu tidak akan meledak seperti elpiji. Karena itu, dia berani menggantung kantong plastik penampung biogas di atap dapur.


Berbeda dari Setiadi, Slamet Efendi harus menyertakan kelompok tani ternak untuk memperoleh perangkat teknologi pengolahan kotoran ternak. Namun, pemanfaatan kotoran ternak lebih cepat menghasilkan biogas. Pada awalnya kotoran ternak dimasukkan ke tabung reaktor, lalu ditunggu antara satu dan dua minggu untuk bisa menghasilkan biogas. Adapun pengolahan limbah tahu menjadi biogas membutuhkan waktu dua bulan. Namun setelah itu bisa dimanfaatkan setiap hari.


Sumber: beritakebumen.info