Usianya sudah renta, namun ingatan dan pendengaran serta langkah kaki masih memperlihatkan jejak kelincahan pada masanya. Setiap pertanyaan yang disampaikkan dijawab dengan baik dan lancar sekalipun tidak banyak informasi dapat digali dari percakapan seputar keberadaan tempat pertahanan dan pengintaian Jepang berbentuk bangunan kotak yang ditutupi tanah yang terletak di Bukit Gajah, Desa Argopeni Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen, berjarak 200 meter sebelah Timur Wisata Alam Wanalela. Dialah Mbah  Kamulya (89 tahun) yang merupakan satu-satunya saksi hidup yang pernah terlibat dalam pembangunan  tempat pengintaian dan pertahanan Jepang tersebut.

Masyarakat sekitar menamainya secara beragam. Ada yang menyebutnya Benteng Pendem, ada pula yang menyebutnya Bunker. Semula penulis frustasi mencari informasi terkait keberadaan tempat pertahanan dan pengintaian Jepang karena tidak ada satupun informasi yang dapat diketahui, baik secara tertulis maupun lisan yang cukup memadai. Pucuk dicinta ulam tiba, beberapa hari lalu seorang pemuda bernama Jaeni Solihun menghubungi penulis dan mengajak untuk melakukan penelusuran tempat pertahanan dan pengintaian Jepang serta memperkenalkan satu-satunya saksi hidup pembuat bangunan tersebut. Setelah beberapa kali kegagalan pertemuan akhirnya hari ini (15 Januari 2018) penulis berhasil mewawancarai Mbah Kamulya dan melakukan beberapa penelusuran lokasi.



Dari wawancara singkat bersama Mbah Kamulya diperoleh keterangan bahwa benteng-benteng pendem ini dibangun pada tahun 1942 sampai 1944. Saat itu Mbah Kamulya berusia sekitar belasan tahun karena menurutnya pekerja seusianya dikenai upah sehari 19 sen sementara yang usianya 30-an tahun mendapat upah 24 sen. Menurutnya, para pekerja diperlakukan dengan baik oleh tentara Jepang. Material-material didatangkan dari Cilacap yang merupakan jalur terdekat dengan Bukit Gajah.



Namun demikian, menurut Mbah Kamulya benteng pendem ini tidak pernah dipergunakan oleh tentara Jepang dan tidak pernah ada konflik bersenjata antara tentara Republik didapati di wilayah ini. Mungkin dikarenakan Jepang keburu dikalahkan oleh sekutu melalui serangan bom Atom mematikkan yang meluluh lantakkan Hirosima dan Nagasaki. Seperti diketahi, Amerika menjatuhkan bom atom uranium jenis bedil (Little Boy) di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan tiga hari kemudian, pada tanggal 9 Agustus, Amerika menjatuhkan bom plutonium jenis implosi (Fat Man) di Nagasaki. Dalam kurun dua sampai empat bulan pertama setelah pengeboman terjadi, dampaknya menewaskan 90.000–146.000 orang di Hiroshima dan 39.000–80.000 di Nagasaki.

Sayangnya Mbah Kamulya tidak mengetahui persis untuk apa bangunan ini dibangun. Namun dari sejumlah penelusuran lokasi benteng pendem dapat dipastikan bahwa fungsi bangunan ini diperuntukkan sebagai tempat pertahanan dan mengamat-amati pergerakkan musuh karena semua lubang yang cukup besar diarahkan menuju pantai Pedalen yang terlihat indah dari atas lokasi pengintaian ini dan lubang cekungan di dalam ruangan yang nampaknya sebagai alas untuk meriam.



 (1)

(2)

Tinggi bangunan jika seseorang memasukinya sekitar 2 meter namun kapasitas orang yang berada di ruangan tersebut bisa menampung sekitar 10 orang sekalipun menyesakkan nafas. Ketebalan cor-coran semen sekitar 50 cm sehingga jika ada letusan peluru ataupun ledakkan granat tidak akan menghancurkan bangunan tersebut. Ada beberapa lubang di kiri dan kanan benteng yang kemungkinan untuk sirkulasi udara dan ada satu ruang kosong dan gelap tanpa ventilasi yang belum teridentifikasi fungsinya.

Keberadaan lokasi pertahanan dan pengintaian yang oleh masyarakat lebih dikenal dengan istilah Benteng Pendem atau Bunker ini berjumlah delapan buah yang terserak di sejumlah titik. Di Bukit Gajah sendiri ada lima bangunan, sisanya sekitar ratusan meter jaraknya bangunan tersebut berada di dekat rumah warga.

Semula bangunan ini dipenuhi sampah dan kerap dijadikan tempat berjudi oleh beberapa warga. Beberapa anak muda yang tergabung dalam organisasi Pokdarwis (Kelompok sadar Wisata) Argo Kencana salah satunya bernama Jaeni Solihun bersama teman-temannya secara bertahap membersihkan lokasi yang dikenal masyarakat dengan sebutan Benteng Pendem sehingga terlihat lebih bersih dan layak dimasuki.

 Pohon Pule (Alstonia Scholaris) berusia ratusan tahun menutupi benteng pendem

Disejumlah titik masih ada beberapa bangunan yang belum diperbaiki dan dibersihkan serta dipenuhi sampah. Bahkan ada sejumlah gua-gua yang pernah dimanfaatkan oleh Jepang sebagai tempat untuk menyimpan barang-barang untuk memasak saat pembangunan dilakukan ataupun sejumlah gua yang belum teridentifikasi kegunaannya. Gua yang belum teridentifikasi kegunaannya ini dalam dan sempit namun ada bekas struktur bangunan dan jejak tangan manusia yang merapihkan bebatuan di dalam gua.




Tempat pertahanan dan pengintaian Jepang ini mengingatkan dengan lokasi yang sama persis berada di Bukit Kalimoro, Desa Bapangsari, Bagelen, Kabupaten Purworejo. Tarikh pembangunan pun sama yaitu 1942 bahkan bentuk bangunan serta lokasi bangunan berada di lokasi yang sama yaitu bebukitan yang mengarah ke Pantai Congot. Jumlah Benteng Pendem di Bukit Kalimoro lebih banyak yaitu 36 buah dibandingkan yang ada di Bukit Gajah yang hanya delapan buah.

(3)
(4)

Benteng Pendem di Bukit Gajah nampaknya satu-satunya jejak dan bukti peninggalan Jepang di wilayah Kebumen. Berbeda dengan pemerintahan Belanda yang meninggalkan legacy (warisan) berupa bangunan perkantoran atau rumah pribadi, benteng Cochius atau yang dikenal dengan istilah Van der Wijk, stasiun dan jalur kereta api sebagai sarana transportasi, Kerkof  alias makam orang-orag Belanda dll, Jepang tidak meninggalkan legacy yang berarti. Oleh karenanya keberadaan Benteng Pendem di Bukit Gajah, Argopeni ini selayaknya dirawat keberadaannya melalui jaringan masyarakat yang perduli dengan sejarah dan wisata bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait baik Perhutani, Dinas Pariwisata ataupun perusahaan swasta yang mengembangkan usahanya di sekitar area tersebut.



Kawasan Bukit Gajah bukan hanya mempesona menampilkan eksotika Pantai Pedalen dari ketinggian namun menyimpan jejak historis berupa lokasi pertahanan dan pengintaian Jepang berupa benteng tebal yang ditutupi tanah serta jejak tangan pekerja yaitu masyarakat sekitar yang pernah terlibat membangun benteng tersebut. Jika komponen-komponen ini dapat dikemas dengan cerdas maka akan merawat ingatan historis pada masa tertentu sekaligus peningkatan ekonomi warga melalui kegiatan wisata.



Sumber Gambar:

1. Bunker Gunung Padang, Jejak Pertahanan Maritim Pasukan Jepang di Minangkabau

https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/bunker-gunung-padang-jejak-pertahanan-maritim-pasukan-jepang-di-minangkabau#lg=1&slide=8

2. Meriam Anti Serangan Udara Masih Utuh di Bungker Peninggalan Jepang
https://mahajinoesa.wordpress.com/2014/09/22/meriam-anti-serangan-udara-masih-utuh-di-bungker-peninggalan-jepang/

3. Jejak Jepang yang Terserak di Benteng Kalimaro

https://www.kompasiana.com/bamset2014/jejak-pertahanan-jepang-di-benteng-purworejo_580462a5cc927377138521ab

4.  Jejak Pertahanan Jepang di Benteng Purworejo

http://www.iqbalkautsar.com/2013/09/jejak-jepang-yang-terserak-di-benteng.html