Menurut catatan Koran Kebumen Ekspres daftar orang-orang yang melakukan tindakkan bunuh diri di Kebumen sepanjang Agustus hingga Desember mencapai 18 jiwa (KE 6 Des 2017). Beberapa kasus bunuh diri al., Sarjono tewas bunuh diri menenggak racun (3 Nov 2017), Maulana Aan Abdillah menggantung diri (18 Nov 2017), Lasiyah (25 Nov) seorang berinisial BDN tewas menyemplungkan diri dalam sumur (4 Des 2017), seorang berinisial AN tewas tergantung di dekat kandang ayam (3 Des 2017).
Kejadian bunuh diri ini sudah terpolakan sebelumnya karena ternyata sepanjang Sepanjang 2015-2016 kasus ini tidak berkurang malah bertambah. Tahun 2015 telah terjadi beberapa kali kasus kematian akibat bunuh diri di Kebumen (10 Januari, 20 Maret, 10 April, 27 Agustus). Sementara tahun 2016 sudah mencapai sepuluh kasus (23 Januari, 9 Februari, 24 Maret, 10 April, 30 April, 8 Mei, 9 Mei, 22 Mei, 13 Juni, 23 Juni).
Pada tahun 1897, seorang sosiolog Prancis bernama Emile Durkheim menuliskan kajiannya yang mendalam berkaitan dengan fenomena bunuh diri dihampir seluruh negara di Eropa. Kajiannya diberi judul Suicide: A Study In Sociology dan berisi analisis sosiologis komprehensif berkaitan dengan variabel-variabel dalam struktur sosial yang dapat menimbulkan terjadinya bunuh diri.
Durkheim membuat klasifikasi tipe-tipe bunuh diri menjadi empat yaitu, Egoistic Suicide (bunuh diri egoistik), Altruistic Suicide (bunuh diri altruistik), Anomic Suicide (bunuh diri anomik), Fatalistic Suicide (bunuh diri fatalistik).
Bunuh Diri Egoistik dan Altruistik lebih disebabkan faktor integrasi sosial. Bunuh Diri Egoistik biasanya terjadi di kota-kota besar dimana kohesi sosial atau kerapatan hubungan renggang akibat individualisme. Lalu mereka menjadi frustasi terhadap sejumlah kegagalan yang mereka alami sehingga mendorong mereka melakukan tindakan berdasarkan dorongan egonya untuk mengakhiri kehidupannya. Integrasi sosial yang lemah dengan keluarga dan komunitas menyebabkan mereka mengambil jalan pintas dengan bunuh diri.Sementara Bunuh Diri Altruistik terjadi karena integrasi sosial dengan kelompok terlalu kuat sehingga mendorong mereka melakukan bunuh diri sebagai wujud pengabdian maupun dukungan sebagaimana kasus bom bunuh diri yang dilakukan kelompok teroris.
Bunuh Diri Anomik dan Fatalistik lebih disebabkan faktor regulasi sosial. Bunuh Diri Anomik disebabkan aturan-aturan dalam masyarakat yang “kendhur” (longgar) dan kehilangan tajinya akibat perubahan sosial yang cepat serta kekacauan ekonomi, menimbulkan situasi frustasi bagi sejumlah individu tertentu sehingga dirinya mengalami Anomie atau ketiadaan norma dalam hidupnya. Adapun Bunuh Diri Fatalistik dikarenakan aturan yang terlalu ketat dan kaku seperti sikap frustasi sejumlah masyarakat manakala terjadi berbagai stigma masyarakat terhadap dirinya akibat adanya sebuah aturan atau larangan yang menghubungkan dirinya dengan organisasi tertentu.
Berkaca dari analisis dan kajian Durkheim mengenai tipe-tipe bunuh diri di atas dan contoh kasus yang diaktualisasikan dalam konteks kekinian, maka sejumlah kasus bunuh diri di Kebumen bisa dikategorikan Bunuh Diri Egoistik dan Bunuh Diri Anomik. Kabupaten Kebumen, sekalipun sebuah wilayah dengan mayoritas penduduk pertanian namun sedang mengalami pergeseran menuju semi industri sehingga menimbulkan perubahan-perubahan sosial yang cepat.
Kejadian bunuh diri ini sudah terpolakan sebelumnya karena ternyata sepanjang Sepanjang 2015-2016 kasus ini tidak berkurang malah bertambah. Tahun 2015 telah terjadi beberapa kali kasus kematian akibat bunuh diri di Kebumen (10 Januari, 20 Maret, 10 April, 27 Agustus). Sementara tahun 2016 sudah mencapai sepuluh kasus (23 Januari, 9 Februari, 24 Maret, 10 April, 30 April, 8 Mei, 9 Mei, 22 Mei, 13 Juni, 23 Juni).
Pada tahun 1897, seorang sosiolog Prancis bernama Emile Durkheim menuliskan kajiannya yang mendalam berkaitan dengan fenomena bunuh diri dihampir seluruh negara di Eropa. Kajiannya diberi judul Suicide: A Study In Sociology dan berisi analisis sosiologis komprehensif berkaitan dengan variabel-variabel dalam struktur sosial yang dapat menimbulkan terjadinya bunuh diri.
Durkheim membuat klasifikasi tipe-tipe bunuh diri menjadi empat yaitu, Egoistic Suicide (bunuh diri egoistik), Altruistic Suicide (bunuh diri altruistik), Anomic Suicide (bunuh diri anomik), Fatalistic Suicide (bunuh diri fatalistik).
Bunuh Diri Egoistik dan Altruistik lebih disebabkan faktor integrasi sosial. Bunuh Diri Egoistik biasanya terjadi di kota-kota besar dimana kohesi sosial atau kerapatan hubungan renggang akibat individualisme. Lalu mereka menjadi frustasi terhadap sejumlah kegagalan yang mereka alami sehingga mendorong mereka melakukan tindakan berdasarkan dorongan egonya untuk mengakhiri kehidupannya. Integrasi sosial yang lemah dengan keluarga dan komunitas menyebabkan mereka mengambil jalan pintas dengan bunuh diri.Sementara Bunuh Diri Altruistik terjadi karena integrasi sosial dengan kelompok terlalu kuat sehingga mendorong mereka melakukan bunuh diri sebagai wujud pengabdian maupun dukungan sebagaimana kasus bom bunuh diri yang dilakukan kelompok teroris.
Bunuh Diri Anomik dan Fatalistik lebih disebabkan faktor regulasi sosial. Bunuh Diri Anomik disebabkan aturan-aturan dalam masyarakat yang “kendhur” (longgar) dan kehilangan tajinya akibat perubahan sosial yang cepat serta kekacauan ekonomi, menimbulkan situasi frustasi bagi sejumlah individu tertentu sehingga dirinya mengalami Anomie atau ketiadaan norma dalam hidupnya. Adapun Bunuh Diri Fatalistik dikarenakan aturan yang terlalu ketat dan kaku seperti sikap frustasi sejumlah masyarakat manakala terjadi berbagai stigma masyarakat terhadap dirinya akibat adanya sebuah aturan atau larangan yang menghubungkan dirinya dengan organisasi tertentu.
Berkaca dari analisis dan kajian Durkheim mengenai tipe-tipe bunuh diri di atas dan contoh kasus yang diaktualisasikan dalam konteks kekinian, maka sejumlah kasus bunuh diri di Kebumen bisa dikategorikan Bunuh Diri Egoistik dan Bunuh Diri Anomik. Kabupaten Kebumen, sekalipun sebuah wilayah dengan mayoritas penduduk pertanian namun sedang mengalami pergeseran menuju semi industri sehingga menimbulkan perubahan-perubahan sosial yang cepat.
Perubahan sosial yang cepat yang dipicu perkembangan teknologi informasi dan tidak diantisipasi dengan kesiapan mental dapat menimbulkan guncangan psikologis. Bagi mereka yang integrasi sosialnya lemah dengan keluarga, kelompok sosial dan keagamaan tentu akan mengakhiri dengan Bunuh Diri Egoistik. Sementara beberapa regulasi atau aturan-aturan dalam masyarakat terlalu longgar dan tidak berfungsi membendung arus perubahan sosial dan ekonomi sehingga membuat beberapa individu di wilayah Kabupaten Kebumen mengalami situasi “Anomie” alias kehilangan norma pengendali sehingga berakhir dengan bunuh diri.
Lalu apa yang bisa kita antisipasi berkaca dari analisis Durkheim dan sejumlah kasus bunuh diri yang tinggi di Kebumen? Pertama, rumah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anggota keluarga dimana mereka saling berinteraksi dan membangun integrasi psikologis melalui keterbukaan dan komunikasi yang dibangun. Integrasi yang sehat dengan orang-orang terdekat menghindarkan individu mengambil keputusan nekad di saat kalut oleh tekanan. Kedua, sekolah harus menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi peserta didik untuk membangun interaksi dan integrasi sosial dengan guru dan sesamannya sehingga mereka memiliki orang-orang yang dapat dipercaya manakala mereka mengalami persoalan yang berat dan tidak tergoda untuk mengambil keputusan jalan pintas melalui bunuh diri. Ketiga, Pemerintahan Daerah melalui dinas terkait selayaknya memberi perhatian serius untuk menekan laju angka perilaku bunuh diri melalui kajian-kajian sosial dan penanganan terpadu.
Lalu apa yang bisa kita antisipasi berkaca dari analisis Durkheim dan sejumlah kasus bunuh diri yang tinggi di Kebumen? Pertama, rumah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anggota keluarga dimana mereka saling berinteraksi dan membangun integrasi psikologis melalui keterbukaan dan komunikasi yang dibangun. Integrasi yang sehat dengan orang-orang terdekat menghindarkan individu mengambil keputusan nekad di saat kalut oleh tekanan. Kedua, sekolah harus menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi peserta didik untuk membangun interaksi dan integrasi sosial dengan guru dan sesamannya sehingga mereka memiliki orang-orang yang dapat dipercaya manakala mereka mengalami persoalan yang berat dan tidak tergoda untuk mengambil keputusan jalan pintas melalui bunuh diri. Ketiga, Pemerintahan Daerah melalui dinas terkait selayaknya memberi perhatian serius untuk menekan laju angka perilaku bunuh diri melalui kajian-kajian sosial dan penanganan terpadu.
0 Komentar