KARST GOMBONG

nasional.tempo.com


Antara Investasi dan Kelestarian Lingkungan Serta Dampak Sosial

Dengan keberadaan Otonomi Daerah yang diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 maka daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk melakukan pembangunan di daerah dengan memaksimalkan potensi-potensi di daerah baik potensi sumber daya alam, potensi wisata bahkan potensi investasi dengan mengundang investor masuk untuk menanamkan investasinya dan tidak hanya mengandalkan pendapatan dari sektor pajak dan restribusi belaka sesuai amaran dalam UU No 23 Tahun 2014 Bab XI Pasal 285.

Secara makro ekonomi, investasi diperlukan karena dapat menimbulkan sejumlah keuntungan al., meningkatkan pendapatan asli daerah, membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat. Terkait dengan rencana pendirian Pabrik Semen Gombong di Desa Nogoraji Kecamatan Buayan yang masih menimbulkan kontroversi dan penolakkan dari sejumlah elemen masyarakat khususnyadari Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Pepag), merupakan bagian dari proses investasi di daerah.


Pihak PT Semen Gombong berargumentasi dengan mendasarkan pada penelitian tahun 1996 yang dilakukan PT Semen Gombong (anak perusahaan PT Medco Energy), dimana bukit karst Gombong memiliki potensi sangat besar sebagai bahan baku pendirian semen dengan kandungan batu kapur di perbukitan karst di Gombong Selatan yang tidak akan habis bila ditambang selama 200 tahun dengan kapasitas produksi 1,8 - 2 juta ton per tahun. Semen Gombong meyakini kebutuhan semen dalam negeri akan terus meningkat hingga 2020. Dari sekitar 47,7 juta ton pada 2011 menjadi sekitar 101 juta ton pada 2020. Dengan melihat kebutuhan pasokan semen dan potensi karst Gombong, tentu saja pihak Semen Gombong tertarik menanamkan investasi untuk membuka penambangan karts tersebut. Sementara pihak masyarakat yang menolak melihat potensi ancaman dan bencana ekologis dibalik rencana penambangan tersebut dengan mengatakan, pegunungan karst Gombong Selatan memiliki 32 mata air yang tidak berhenti mengalir meski musim kemarau. Bahkan air dari pegunungan ini, menjadi sumber air bersih dan pertanian bagi warga di 11 kecamatan di Kebumen, sehingga penambangan dikuatirkan menimbulkan kekeringan pada sumber-sumber air yang membahayakan kebutuhan masyarakat akan air. Terkait penolakan masyarakat, baru-baru ini pihak Semen Gombong membantah dengan mengatakan, “Batas penggalian batu gamping maksimal sampai elevasi 80 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan minimal 25 meter di atas lapisan jenuh air, sehingga tidak menggangu sumber air yang dikuatirkan warga” (Kebumen Ekspres, 13 Februari 2016).

Terlepas bahwa investasi memiliki sejumlah keuntungan bagi pembangunan dan pendapatan daerah, namun proses investasi tidak bisa hanya dilihat dari aspek keekonomian melainkan dari aspek-aspek lain yaitu aspek sosiologis masyarakat dan aspek ekologis. Apalagi paska Reformasi, model pembangunan masyarakat lebih mengedepankan people oriented dan bukan sekedar growth and income oriented

Model people oriented memfokuskan pada kebutuhan masyarakat dan dampak sosial yang harus diantisipasi dibalik berbagai proyek pembangunan. Meminjam istilah Prof Emil Salim saat mengutip laporan Otto Soemarwoto, Kajian Pro-Kontra Rencana Pembangunan Pabrik PT Semen Cigombong (April 2003) dengan istilah “Pembangunan Berkelanjutan”. Beliau mengatakan, “Unsur ekonomi, sosial, dan ekologi-lingkungan seyogianya terungkap melalui kajian amdal yang program penanggulangannya termaktub dalam “Rencana Kelola Lingkungan” (RKL) maupun “Rencana Pemantauan Lingkungan” (RPL). Kajian kritis terhadap hasil amdal yang disetujui Pemerintah tahun 1996 dan diuji di lapangan menunjukkan berbagai kelemahan prinsipiil. Yang paling serius adalah tak digunakannya pendekatan ekosistem yang mencakup ruang lingkup kawasan karst ini” (Kompas, 5 Juni 2003). Apakah faktor-faktor sosiologis dan lingkungan ini telah menjadi pertimbangan pemerintah daerah saat mengambil keputusan akan memberikan ijin bagi proses penambangangan karst Gombong? Apakah masyarakat telah dilibatkan dalam pengambilan keputusan sebagai wujud model people oriented dalam proses pembangunan? Masyarakat dalam hal ini dapat pula mengajukan pendapat dan penelitian terkait yang dilakukan oleh tim independen sebagaimana pernah terjadi dalam kasus perselisihan antara PT Semen Indonesia dengan Sedulur Sikep di Rembang dengan melibatkan peneliti independen dari UGM.

 https://galeriilmiah.wordpress.com/2011/07/25/karst/

Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan daerah membutuhkan investasi dan investor untuk meningkatkan modal dan geliat pertumbuhan ekonomi. Menolak berbagai investasi dan investor tentu akan mengakibatkan rendahnya iklim investasi yang ujungnya melemahkan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah. Namun pendekatan keekonomian tanpa melibatkan keilmuan sosial lainnya baik sosiologi maupun ekologi lingkungan dalam menilai dan mengambil kebijakkan terkait persoalan pendirian pabrik Semen Gombong, tentu akan menimbulkan banyak kerugian karena kerusakkan lingkungan sistemik tentunya tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima masyarakat atau daerah. Kiranya para pengambil kebijakkan dalam hal ini pemerintah daerah, pengusaha sebagai investor serta elemen masyarakat dapat mengambil keputusan sepakat yang menguntungkan semua pihak secara simetris dan bukan hanya pihak-pihak tertentu belaka.

Posting Komentar

0 Komentar