Waduk Sempor, sekitar 30-an km dari Kota Kebumen dan 7 km dari pusat kota Gombong. Saya bersama istri meluangkan waktu untuk menyambangi bendungan yang dibuat pada era tahun 1970-an itu. Waduk Sempor hanyalah salah satu obyek wisata yang menawarkan eksotisme disamping obyek wisata lainnya yang berada di wilayah Kabupaten Kebumen (1)
 
Setiba di lokasi, saya melihat ekspresi kesedihan istri dan keluhannya mengenai keberadaan Waduk Sempor kini. Dia menceritakan bahwa sekitar 20-an tahun silam saat dia masih tinggal di Klaten dan mengajar di sekolah dasar, pernah mendatangi waduk ini. Namun keadaannya sungguh berbeda sangat jauh. Istri saya kemudian mendeskripsikan perbandingan kondisi waduk beberapa puluh tahun silam dengan kondisi waduk saat ini. 


Dahulu, ramai pengunjung dari berbagai kota, bis dan mobil berderet ramai memadati lokasi wisata Waduk Sempor, banyak penjaja salak dan asesoris laut serta warung-warung yang ramai pembeli. Perahu-perahu wisata hilir mudik dengan ramainya. Monumen-monumen yang tersedia di areal waduk masih dalam keadaan baru dan bersih. Keadaan puluhan tahun itu berubah saat ini menjadi tempat yang menyisakan jejak kejayaan pariwisata yang semakin meredup. Sekalipun masih tetap dikunjungi masyarakat, namun kondisinya sangat sepi. Tidak ada rombongan bis maupun deretan kendaraan yang ramai memadati areal wisata. Pedagang hanya beberapa orang saja, warung-warung hanya tersisa beberapa. 






Yang miris adalah ketika kami baru tiba di lokasi, lekas-lekas disambut oleh seorang ibu yang mengemis. Ketika kami mendekati monumen peringatan korban bencana Waduk Sempor 1967 silam dan korban yang bekerja selama pembanggunan tahun 1976-1978, kami mendapat informasi seorang nenek yang menjajakan makanan seadanya namun dahulunya memiliki sebuah warung. Yang paling memprihatinkan adalah aksi vandalisme di sejumlah tempat penting yaitu monumen peresmian dan monumen peringatan korban bencana berupa corat coret, kondisi taman di sekeliling monumen yang tidak terawat dan berbau kurang sedap. Yang lebih memiriskan adalah banyaknya muda mudi memadu kasih di sejumlah titik dengan tanpa malu-malu, bahkan ketika kami pulang melalui jalur timur dan sepi dengan rerindangan pohon, maka hampir di setiap kelokan nampak sejumlah muda-mudi asyik mengobrol dan menampakkan gestur (sikap tubuh) yang riskan untuk dipertontonkan di keramaian.

Waduk Sempor bukan sekedar obyek wisata namun sebuah tempat yang memiliki nilai historis. Diresmikan pada Tahun 1978 oleh Presiden Soeharto, sebagaimana dapat kita baca dalam monumen pertama yang mulai meredup warnanya, saat kita memasuki lokasi wisata. Waduk Sempor merupakan bendungan aliran air sungai Cincingguling yang mengalir dari kaki pegunungan serayu selatan dan bermuara di samudera Indonesia. Awal pembentukan bendungan Sempor adalah untuk menahan air yang datang dari arah timur dan utara yang merupakan daerah perbukitan agar di bagian barat dan selatan tidak terkena banjir bila musim hujan karena merupakan daerah rendah (2). Sebagaimana tertulis dalam monumen, waduk ini memiliki beberapa fungsi (seingat penulis) yaitu: "Paraboga", "Paradipta", "Paritirta", "Pari...", "Pariwisata". Bendungan ini berfungsi sebagai sumber untuk penyediaan air baku PDAM, karamba ikan, irigasi persawahan, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), transportasi dan sumber penghasilan bagi warga sekitar dengan pancing, jala, jaring hingga para pemilik perahu transportasi.




Jika kita turun ke bawah dari monumen pertama dan menyusuri jalan aspal maka kita akan melihat panorama bebukitan dan aliran air bendungan serta sejumlah perahu wisata yang masih berlalu lalang menghantar sejumlah penumpang wisata.

Naik ke monumen kedua, maka kita mendapatkan informasi historis mengenai peristiwa yang terjadi beberapa puluh tahun silam. Dalam monumen ini tertulis sejumlah pekerja yang gugur pada kurun pengerjaan proyek antara tahun 1976-1978, sekalipun pembangunan sudah dikerjakan sejak tahun 1961. Selain nama pekerja proyek yang dinyatakan gugur oleh pemerintah, terdapat sebuah daftar 127 orang yang tewas pada peristiwa bobolnya waduk pada tahun 1967 akibat hujan yang sangat deras hingga bendungan tidak mampu menampung debit air. Monumen tersebut diresmikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Prof DR Ir Sutami pada Maret 1978.




Bendungan, monumen yang tegak berdiri di Waduk Sempor berkisah mengenai sebuah upaya pemerintah untuk melakukan pekerjaan besar dan pembangunan serta harga yang harus dibayar mahal berupa sejumlah pekerja yang gugur saat melakukan darma baktinya. 

Sangat disayangkan bahwa kejayaan hasil pembangunan yang sempat menjadi obyek wisata yang diminati banyak orang pada zamannya saat ini semakin meredup pamornya dan membisu dibalik tulisan-tulisan yang tersemat dalam monumen yang dikotori oleh tangan-tangan vandalis yang tuna sejarah. Tidak banyak muda mudi yang memadu kasih tertarik untuk membaca dan memaknai kata dan kalimat yang tersemat di dalam monumen historis tersebut.

Menjadi tantangan bagi pengelola obyek wisata dan dinas terkait untuk mengembalikan kejayaan dan kesemarakkan Waduk Sempor. Sekalipun telah banyak bermunculan obyek wisata baru (yang kerap dijadikan alasan klise)   yang mengalihkan perhatian pengunjung wisata dan memberikan banyak pilihan, namun nilai historis (kesejarahan) dan eksotisme Waduk Sempor masih memikat untuk dikemas ulang menjadi obyek wisata andalan yang menarik minat para wisatawan dalam dan luar Kebumen/Gombong untuk mendatanginya. 

Instansi-instansi terkait dan juga masyarakat perlu terlibat dalam menjual kembali nilai historis dan eksotisme Waduk Sempor di samping obyek wisata lainnya. Perlu adanya diskusi yang partisipatif dengan melibatkan masyarakat sekitar untuk mengembalikan kejayaan pariwisata yang meredup untuk kembali bersinar dan memancarkan kebanggaan terhadap penduduk Kebumen/Gombong. Semoga.... 



Catatan Kaki

(1) Himpunan Mahasiswa Kebumen (HMK) Unsoed Kebumen – Tempat Wisata Kebumen
https://hmkunsoed.wordpress.com/category/tentang-kebumen/kebumen-tempat-wisata-kebumen/


(2) Agus Priatmojo, Waduk Sempor Kebumen
  http://aguspriatmojoblp.blogspot.com/2011/03/waduk-sempor-kebumen.html